UNS – Pandemi Coronavirus Disease (Covid-19) memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap semua lapisan masyarakat, tak terkecuali kelompok disabilitas. Mereka yang biasa menggantungkan hidup dari hasil berjualan, ojek, dan jasa pijat, kini harus merasakan betapa susah untuk memperoleh pendapatan akibat imbauan social distancing dan physical distancing yang dianjurkan pemerintah.
Berkaitan dengan kesiapan dan permasalahan yang dialami oleh kelompok disabilitas selama pandemi Covid-19, Guru Besar Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta bidang Manajemen Pendidikan Inklusif, Prof. Munawir Yusuf mengatakan bila ia sempat mendengar langsung keluhan dari seorang pemijat tunanetra yang terpaksa membuka praktek pijatnya di tengah pandemi Covid-19 untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
“Ada seorang pemijat yang biasa kedatangan banyak tamu tapi karena corona ini tamunya berkurang 70%. Tapi, dia tetap membuka prakteknya karena mereka tidak ada keahlian lagi. Walau melanggar anjuran pemerintah untuk melakukan social distancing dan physical distancing,” ujar Prof. Munawir saat menjadi pembicara dalam webinar bertajuk ‘Kesiapan Masyarakat dan Semangat Kaum Difabel Menghadapi Pandemi Covid-19’ yang digelar pada Sabtu (25/4/2020).
Melalui contoh nyata tersebut, Prof. Munawir mengatakan bila keputusan pemijat tunanetra untuk membuka praktek pijat di tengah pandemi Covid-19 sangat membahayakan karena dalam kondisi yang tidak dapat diketahui, tamu yang datang bisa saja membawa virus/ bakteri yang dapat menulari pemijat tunanetra tersebut.
Namun, di sisi lain hal tersebut dapat dipahami sebab bagi penyandang disabilitas mereka cukup mengalami kesulitan bila harus beralih profesi atau usaha. Sehingga tidak ada pilihan lain bagi mereka untuk tetap menjalankan usaha/ profesi yang sudah ia jalani sehari-hari.
“Dalam kondisi wajar saja banyak yang masih harus bergantung pada orang lain, meski tidak sedikit juga yang bisa hidup mandiri. Kalau bicara tentang kesiapan, ketangguhan, motivasi, kerja keras, dan semangat, penyandang disabilitas itu sangat luar biasa tidak ada bandingnya. Namun, dengan keterbatasan yang ada bila tidak dipahami oleh masyarakat dan pemerintah, kelompok disabilitas dianggap sebagai objek sosial, kelompok yang tidak mampu, dan sumber masalah,” lanjutnya.
Prof. Munawir yang merupakan Kepala Pusat Studi Disabilitas (PSD) Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) UNS menyebut bila kelompok disabilitas memiliki 22 hak yang telah dijamin dalam UU Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Penyandang Disabilitas.
“UU Nomor 8 Tahun 2016 ada 22 hak bagi penyandang disabilitas, salah satunya adalah hak perlindungan saat terjadinya bencana,” terang Prof. Munawir.
Ia menambahkan bila peran penting masyarakat dalam mendorong kelompok disabilitas untuk maju dan berkembang sangat penting. Tidak semata-mata untuk memberikan bantuan, namun Prof. Munawir meminta agar masyarakat memberikan ruang dan kesempatan yang sama bagi kelompok disabilitas untuk berkarya.
Dalam kesempatan tersebut, Prof. Munawir juga menyoroti kurangnya informasi mengenai cara memperoleh bantuan sosial reguler Program Keluarga Harapan (PKH) yang ada dalam program jaring pengaman sosial. Padahal, dalam program tersebut pemerintah telah mengucurkan Rp 110 triliun yang nantinya akan disalurkan kepada masyarakat lapisan bawah, termasuk kelompok disabilitas dengan bantuan senilai Rp 2,4 juta per tahun.
Agar bantuan yang diberikan pemerintah dapat tersalurkan dengan baik kepada kelompok disabilitas, Prof. Munawir mengharapkan adanya pemberdayaan komunitas untuk melakukan pendataan jumlah penyandang disabilitas.
“Perlunya pemberdayaan komunitas seperti komunitas difabel harus proaktif, lembaga-lembaga sosial/yayasan/LSM untuk difabel, kelompok/ lembaga berbasis agama (L-ZIS), pemerintah terkait sosial, kesehatan, pendidikan, tenaga kerja, dunia usaha, dan industri, digitalisasi data penyandang disabilitas menjadi penting,” tutup Prof. Munawir. Humas UNS/Yefta
The post Guru Besar UNS Bahas Kesiapan Kelompok Disabilititas Hadapi Pandemi Covid-19 appeared first on Universitas Sebelas Maret.