UNS – Untuk ketiga kalinya Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta gelar FISIP COFFEE TALKS, Sabtu (18/7/20). Membahas topik “Kampus Merdeka: Sinergi Perguruan Tinggi dan Industri”, agenda tersebut menghadirkan tiga narasumber yaitu Jojo S. Nugroho selaku Managing Director Imogen Public Relations dan sekaligus Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Public Relations Indonesia. Pembicara kedua, Seto Hendrianto, Group Head Director znext Chapter Film & Production House. Lalu pembicara ketiga, Sri Hastjarjo, Ph.D. selaku Kepala Program Studi (Kaprodi) Ilmu Komunikasi FISIP UNS sekaligus Ketua Departemen Kurikulum dan Pembelajaran Asosiasi Pendidikan Tinggi Ilmu Komunikasi (Aspikom).
Kegiatan yang digelar melalui Zoom Clouds Meeting dan siaran langsung melalui kanal Youtube FISIP COFFEE TALKS tersebut dibuka oleh Wakil Dekan Bidang Akademik FISIP UNS, Prahastiwi Utari, Ph.D. Agenda ini membahas pelaksanaan magang yang menjadi bagian dari rencana pelaksanaan merdeka belajar. Magang biasanya dilakukan di semester akhir sebagai langkah untuk mencoba implementasi di dunia kerja. Namun pada wacana Kampus Merdeka ini, konsep magang menjadi berbeda karena akan dilaksanakan selama enam bulan dan bisa di rekognisi untuk penilaian mata kuliah.
Dipandu oleh Monika Sri Yuliarti, M.si., kegiatan dimulai dengan pemaparan pertama oleh Jojo S. Nugroho. Melihat trends dan penelitian sederhana yang dilakukannya bahwa setiap tahunya kurang lebih terdapat 210.000 lulusan sarjana komunikasi yang mencari kerja. Meskipun lulusan di bidang ini cukup banyak, Jojo S. Nugroho mengaku jika untuk menemukan talent yang baik tidaklah mudah. Hal tersebut berdampak pada tingginya kompetisi antar lulusan tersebut.
Salah satu cara untuk meningkatkan kemampuan seseorang dan membedakan dirinya terutama didunia kerja, ialah pengalaman magang. Pada awal tahun 2020, magang menjadi salah satu alternatif pelaksaan sistem baru, kampus merdeka. Pelaksanaannya melibatkan berbagai dukungan beberapa pihak, salah satunya kampus dan industri. Perlu diperhatikan kolaborasi antara industri dan PT dalam merencanakan wacana tersebut. Keduanya harus saling memahami apa yang dibutuhkan satu sama lain.
“Untuk menjadi fresh graduate zaman now, gelar sarjana denga IPK tinggi saja tidak cukup. Di era disrupsi dan Covid-19 mereka harus adaptif, kreatif dan inovatif,” tutur Jojo S. Nugroho.
Dilanjutkan oleh pembicara kedua, Seto Hendrianto menyampaikan topik “Masalah dan tantangan dari sisi industri”. Persiapan magang perlu dipersiapkan oleh mahasiswa seperti keahlian di bidang tertentu serta kemampuan adaptasi dengan lingkungan baru. Pelaksanaan magang yang dilakukan oleh mahasiswa ini bukan saja mempraktikan apa yang sudah dipelajari tetapi juga beraptasi dengan atmosfer dilingkungan kerja.
Selain dari sisi mahasiswa, Seto Hendrianto juga menjelaskan terkait dengan kesiapan dari industri dalam menyelenggaarakan magang atau memfasilitasi mahasiswa untuk magang. Istilah merdeka belajar atau kampus merdeka yang sudah familiar di dunia pendidikan ternyata belum secara menyeluruh dipahami pelaksanaannya oleh pemain dibidang industri. Hal tersebut menjadi satu pekerjaan rumah yang harus diselesaikan guna memperlancar wacana penerapan merdeka belajar.
Sesi terakhir Sri Hastjarjo memberikan pemaparan terkait “Pengembangan Kurikulum Kampus Merdeka”. Menyamakan frekuensi pembicaraan terkait magang, Hastjarjo menjelaskan definisi magang oleh pelaku industri, kampus dan pemerintah masih berbeda-beda sehingga langkah awal perlu disamakan terlebih dahulu. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa magang adalah salah satu model yang bisa dilaksanakan dalam implementasi merdeka belajar. Pilihan lainnya ialah pertukaran pelajar, model penelitian dan lain sebagainya.
Hastjarjo menyampaikan kendala-kendala yang ditemui dalam menyusun kurikulum implementasi Merdeka Belajar khususnya pada model magang. Pelaksanaan merdeka belajar yang nantinya akan memberikan pilihan kepada mahasiswanya untuk magang, paling cepat dilaksanakan di semester tujuh. Hal ini disebabkan karena pada beberapa universitas, mahasiswa masih menempuh mata kuliah wajib yang harus diselesaikan terlebih dulu.
“Konsep magang yang digagas oleh kementerian ialah mengganti mata kuliah bukan untuk mengaplikasikan nilai mata kuliah. Maka antara kami (kampus) dengan industri harus betul-betul duduk untuk memastikan bahwa mereka magang mendapatkan materi-materi yang seharusnya mereka dapatkan kalau mereka kuliah,” usul Hastjarjo.
FISIP COFFEE TALKS juga dihadiri oleh Dekan FISIP UNS, Prof. Dr. Ismi Dwi Astuti Nurhaeni M.Si, mahasiswa serta beberapa alumni FISIP UNS. HUMAS UNS
Reporter: Ratri Hapsari
Editor: Dwi Hastuti
The post Sinergi Kampus dan Industri Bahas Implementasi Magang dalam Merdeka Belajar appeared first on Universitas Sebelas Maret.