Permasalahan lingkungan menjadi salah satu hal yang paling utama dan paling diperhatikan dalam beberapa tahun belakangan ini. Setiap elemen masyarakat mulai menyadari bahwa Bumi memang tidak sedang dalam keadaan baik. Oleh karena itu harus dilakukan tindakan untuk menyelamatkan Bumi kita bersama. Kata “hijau” atau “green” telah menjadi sebuah trend baru dalam keseharian manusia sekarang ini. Aspek lingkungan pun menjadi salah satu acuan dasar dalam setiap proses pembangunan. Program green campus pada dasarnya dilatarbelakangi oleh lingkungan kampus yang diharapkan mampu menjadi tempat yang nyaman, teduh, sehat, indah serta bersih untuk menimba ilmu pengetahuan serta menjalankan kegiatan-kegiatan kemahasiswaan yang positif. Disamping itu, yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana civitas akademika dalam kampus dapat mengimplementasikan IPTEK bidang lingkungan hidup secara nyata. Oleh karena itu program Green Campus bertujuan untuk meningkatkan kesadaran serta kepedulian masyarakat kampus sebagai kumpulan masyarakat ilmiah untuk turut serta berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam mengatasi berbagai permasalahan lingkungan terutama perubahan iklim akibat pemanasan global.
Istilah Green Campus dalam konteks pelestarian lingkungan tidak hanya mengacu pada pengertian bahwa suatu lingkungan kampus harus dipenuhi dengan pepohonan serta vegetasi hijau, namun lebih jauh dari itu makna yang terkandung dalam Green Campus adalah sejauh mana civitas akademika dalam kampus tersebut dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada di lingkungan kampus secara efektif dan efisien, misalnya dalam pemanfaatan kertas, penggunaan listrik, air, lahan, pengelolaan sampah, dsb. Menanamkan rasa cinta lingkungan serta hemat energi kepada setiap civitas akademika juga menjadi salah satu hal yang perlu diperhatikan dan ditanamkan dalam program Green Campus.
Universitas Sebelas Maret merupakan salah satu kampus yang sudah menerapkan budaya Green Campus sejak tahun 2013 hingga memperoleh penghargaan dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan sebagai perintis kampus berwawasan lingkungan pada tahun 2014 lalu. Hal ini tidak mengherankan karena kampus UNS yang dipenuhi dengan berbagai vegetasi hijau, pedestrian yang mengitari kampus, public space dengan pepohonan yang rindang, serta tempat sampah yang sudah dibedakan menjadi tempat sampah organik dan anorganik di setiap sudut kampus. Akan tetapi sebuah program memang harus dievaluasi keberlanjutannya dalam setiap kurun waktu tertentu agar kedepannya program tersebut dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Begitu pula dengan program Green Campus di UNS, ada banyak hal yang harus diperbaiki maupun ditambahkan dalam program tersebut agar predikat Green Campus di UNS menjadi predikat yang ideal.
Salah satu hal yang dapat dievaluasi adalah pemisahan sampah yang hanya sebatas pada kata pemisahan dan tidak berlanjut pada pengelolaan. Padahal untuk mencapai predikat Green Campus yang ideal, sebuah intitusi perguruan tinggi harus bisa memanfaatkan sumberdaya secara efektif dan efisien termasuk mengelola dan mendaur ulang sampah yang dihasilkan. Selama ini program pemisahan sampah hanya terbatas pada pemisahan sampah organik dan anorganik saja. Sampah organik tentu saja dapat didaur ulang, akan tetapi sampah anorganik ada yang dapat didaur ulang ada pula yang tidak dapat didaur ulang. Oleh karena itu, sebenarnya pemisahan sampah bisa dibagi menjadi tiga kategori, yaitu sampah organik, sampah anorganik yang dapat didaur ulang serta sampah anorganik yang tidak dapat didaur ulang. Pengkategorian dari awal dimaksudkan agar tidak terjadi kerja dua kali atau dalam bahasa jawa sering disebut dengan mindhoni pada saat daur ulang sampah. Pemisahan sampah yang dilakukan selama ini sudah berjalan dengan baik meskipun terkadang tempat sampah organik yang seharusnya hanya berisi sampah organik juga terisi oleh sampah anorganik dikarenakan tempat sampah anorganik yang sudah tidak muat untuk menampung sampah tersebut. Selain itu, pemisahan sampah yang selama ini sudah dilakukan justru terasa sia-sia ketika sampah tersebut diambil oleh pihak kebersihan dengan mobil sampah di pagi hari. Sampah organik dan anorganik yang sudah dipisahkan melalui pengkategorian tempat sampah kembali tercampur dan menjadi satu dalam mobil sampah. Hal ini disebabkan karena tidak adanya tindak lanjut pada pengelolaan sampah di kampus.
Baca selengkapnya: Daur Ulang Sampah Organik di Kampus dengan Komposter dan Biopori
Penulis: Farry Primandita
Beri Like jika kamu setuju dengan ide Farry Primandita
The post Daur Ulang Sampah Organik di Kampus dengan Komposter dan Biopori appeared first on Universitas Sebelas Maret.